UNIT 1
TEORI HIMPUNAN
Kompetensi dan
pengalaman Belajar
Menguasai subtansi dan metodologi dasar keilmuan
Matematika yang mendukung pembelajaran Matematika SD/MI
I. HIMPUNAN DAN BILANGAN CACAH
A. Pendahuluan
Dalam
kehidupan banyak dijumpai sehari-hari sesuatu yang mempunyai konsep himpunan. Himpunan
sangat bermanfaat untuk
1. Memahami sifat-sifat bilangan cacah,
2. Untuk mendefinisikan kejadian dalam teori
peluang, dan
3. Dalam dalam definisi-definisi geometri.
Himpunan sangat membantu untuk
memahami banyak topik-topik matematika, yang menjadi lebih sukar kalau
mempelajarinya menggunakan alat yang lain.
B. Pengertian Himpunan
Suatu
himpunan atau suatu kumpulan benda-benda terjadi, bila kita mengelompokkan
nbenda-benda itu menjadi himpunan atau suatu kumpulan. Mis. kita himpun
buku-buku di dalam suatu perpustakaan, suatu tim olah raga, siswa-siswa dalam
suatu kelas dsb. anak-anak mudah memahami hal ini. Biasanya kita memerlukan
suatu definisi
Biasanya kita memerlukan suatu definisi dari
suatu pengertian agar kita dapat memastikan apa yang hendak kita maksud, namun
pengalaman menunjukkan tidak semua pengertian dapat didefinisikan, sebab
apabila didefinisikan mungkin pengertian yang mudah dipahami menjadi sangat
panjang sehingga artinya menjadi kabur.
Walaupun
himpunan tidak didefinisikan namun harus diketahui dengan jelas bahwa yang
dibicarakan adalah kumpulan objek-objek atau simbol-simbol yang mempunyai sifat
yang dapat menunjukkan apakah objek itu menjadi anggota atau bukan anggota dari
himpunan tersebut.
Dari
pengertian ini dapat diartikan bila ditetapkan suatu objek, maka dapat
ditentukan keanggotaan objek tersebut dalam suatu himpunan yang dimaksud. Untuk
menyatakan suatu himpunan, dapat dengan cara menyebutkan semua anggotanya. Cara
ini disebut dengan tabulasi. Unsur-unsur himpunan tersebut dinyatakan di antara
dua kurung kurawal dan untuk memisahkan anggota yang satu dengan yang lain
digunakan tanda koma
Contoh 1:
Himpunan enam bilangan
cacah yang pertama ditulis {1, 2, 3, 4,
5}
Contoh 2:
Himpunan huruf hidup abjad
Latin ditulis {a, i, u, e, o}
Suatu himpunan biasanya diberi
nama dengan huruf besar misalnya: A, B, C, dan sebagainya
Himpunan semua bilangan ganjil
diberi nama misalnya A = {1, 3, 5, 7, 9, . . .}
tiga titik pada lambang ini digunakan untuk
menunjukkan bahwa barisan bilangan tersebut berarti tak terhingga, dapat dibaca
dan seterusnya. Tiga titik dipergunakan juga untuk menunjukkan himpunan yang
anggotanya terlalu banyak untuk ditulis semuanya
Contoh 3:
Himpunan bilangan prima kurang dari 100
ditulis {2, 3, 5, 7, . . . 97}
Contoh 4:
Himpunan bilangan genap kurang
dari 1000 ditulis {0, 2, 4, 6, . . . 998}
Cara lain untuk menyatakan
suatu himpunan ialah dengan menyebutkan syarat keanggotaannya, sedangkan
anggotanya dinyatakan dengan suatu variabel.
Contoh 5:
Himpunan semua bilangan cacah
genap ditulis {x/x bilangan cacah genap} atau {bilangan cacah genap}
Contoh 6:
Himpunan semua bilangan asli
mulai dari 10 sampai dengan 20 ditulis {x/10 ≤ x ≤ 20, x bilangan asli} atau
{bilangan asli 10 sampai dengan 20}
Suatu
himpunan dimungkinkan tidak mempunyai anggota, mempunyai anggota terhingga atau
tak terhingga. Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak mempunyai anggota
dilambangkan dengan { } atau Ø
Contoh 7:
Himpunan bilangan ganjil yang
habis dibagi 2 adalah himpunan kosong
Contoh 8:
Himpunan orang yang tingginya
lebih dari 100 m adalah himpunan kosong.
Untuk
menyatakan keanggotaan dari suatu himpunan digunakan lambang ε
Misalnya a { a , b , c } artinya a anggota himpunan {a
, b , c ) lambang ε dapat dibaca elemen, anggota atau
termasuk di dalam.
Sebaliknya untuk menyatakan
bukan angota ditulis dengan lambang ε Misalnya p bukan anggota dari {a, b, c}
ditulis p ε {a, b, c}
Untuk penulisan X E A berarti
x anggota A, sedangkan X ε A dapat diartikan x bukan anggota A.
C. Gambar Himpunan-Diagram Venn
Untuk menggambarkan himpunan kita dapat menggunakan
diagram yang disebut dengan diagram Venn diambil dari nama John Venn ahli
logika bangsa Inggris. Suatu himpunan digambarkan dengan daerah yang dibatasi
kurva tertutup, sedangkan untuk himpunan semesta biasanya digambarkan dengan
daerah persegi panjang.
Untuk menggambarkan anggota-anggota himpunan dapat
digunakan nokhtah-nokhtah. Tetapi seandainya himpunan tersebut mempunyai
anggota yang cukup banyak, anggota-anggota himpunan tersebut tidak usah
digambarkan.
Himpunan semesta adalah himpunan yang memuat unsur
yang dibicarakan)
Contoh 1: S = { 1, 2, 3, . . . 8 }
A = { 1, 2, 3, 4 }
Contoh 2 : S = {
1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 }
A = { 1 , 2 , 3 , 4 }
B = { 3 , 4 , 5 , 6 }
Contoh 3 : S = {
bilangan bulat }
A = { bilangan cacah }
B = { bilangan prima }
D. Hubungan Antar-himpunan
- Himpunan bagian (subset)
Definisi: Himpunan
A dikatakan himpunan bagian B dilambangkan dengan A C B jika dan hanya
jika setiap anggota A adalah anggota B
Contoh
1:
Jika
A { x,y } dan B { w,x,y,z }, karena setiap anggota A merupakan anggota B
Contoh
2:
Jika P = { 4,7 } dan Q = { 4,7 } maka P C
Q, karena setiap anggota P adalah anggota Q, dan juga Q C P, karena
setiap anggota Q adalah anggota P
Contoh 3:
A = Himpunan bilangan asli dan C =
Himpunan bilangan cacah, maka A C C karena setiap bilangan asli adalah
bilangan cacah
Contoh 4:
D = { 12. 22, 32,
42 } dan E= { 1, 4, 9, 16 } maka DCE karena setiap anggota D
adalah anggota E dan ECD karena setiap anggota E adalah anggota D
Contoh 5:
H =
{ 1, 3, 5, 7 } dan I = { 3, 5, 7, 9 }
H
bukan himpunan bagian I karena ada anggota H yaitu 1 yang bukan anggota I
2. Himpunan Bagian Murni
Definisi: Himpunan A dikatakan himpunan
bagian murni B ditulis A C B jika dan hanya jika setiap anggota A adalah
anggota B dan sedikitnya ada satu anggota B yang bukan anggota A
Contoh
1: Diberikan himpuna A=
{m, n, o, p} dan B = {m, n, o, p, q}, maka A C B karena setiap anggota A adalah
anggota B dan ada anggota B yang bukan anggota A yaitu q
Contoh 2:
P = {x,y,z} dan Q = {y,x,z} maka
P C
Q ( p bukan himpunan bagian murni Q) karena tidak ada anggota Q yang bukan
anggota P
Contoh 3:
C= { 0, 2, 4, 6, . . .} dan D = { n/n
bilangan cacah genap }, C bukan himpunan bagian murni D karena tidak ada
anggota D yang bukan anggota C
Contoh 4:
P= himpunan segitiga, dan Q= himpunan
segitiga siku-siku, maka Q C P, karena setiap segitiga siku-siku adalah suatu
segitiga dan ada segitiga yang tidak siku-siku, misalnya segitiga lancip,
tumpul.
3. Himpunan Sama
Definisi : Dua himpunan A dan B dikatakan sama
ditulis A = B, jika dan hanya jika A C B dan B C A.
Contoh 1:
A= {1, 2, 3, 4} dan B = {1, 2, 3, 4} }Dari
kedua himpunan ini jelas terlihat A C B dan B C A, sehingga dapat disimpulkan A
= B
Contoh 2:
{ 1x1, 2x2, 3x3 } sama dengan { 1, 4, 9 }.
4. Semesta Pembicaraan
Definisi: semesta
pembicaraan atau Himpunan semesta adalah suatu himpunan yang memuat semua
elemen yang dibicarakan. Pada umumnya semesta pembicaraan dilambangkan dengan S
atau U
Contoh:
Himpunan A= { 1, 3, 5, 7 }. Semesta
pembicaraan yang mungkin untuk himpunan A adalah himpunan bilangan ganjil,
himpunan bilangan cacah, himpunan bilangan asli dan sebagainya.
Himpunan ayam, semesta pembicaraan yang
mungkin adalah himpunan binatang, himpunan makhluk hidup dan sebagainya.
5. Himpunan yang Ekuivalen
Definisi: Jika A dan B himpunan yang terhingga maka
himpunan A dikatakan ekuivalen dengan himpunan B, bila setiap anggota A dapat
dipasangkan, (dikorespondensikan) satup-satu dengan setiap anggota B. atau dua
himpunan yang terhingga dikatakan ekuivalen jkika kedua himpunan tersebut
mempunyai anggota yang sama banyak.
A ekuivalen B ditulis A ~ B
Contoh 1:
A= {a, b, c} dan B = {p, q, r}
Karena dapat dikorespondensikan satu-satu
sebagai berikut:
A = { a, b, c }
B = { p, q, r }
Maka dapat dikatakan A ~ B
Contoh 2:
P= {a, i, u, e, o},Q= {2, 4, 6, 8, 10}
Karena,
P = { a,
i, u, e, o }
Q = { 2, 4, 6, 8, 10 }
maka dapat dikatakan P ~ Q
6. Himpunan-himpunan Terpisah
Definisi: Himpunan A dikatakan terpisah
dengan himpunan B, jika tidak ada anggota A yang menjadi anggota B dan tidak
ada anggota B yang menjadi anggota A
Contoh 1:
A= {5, 6, 7} dan B= {1, 3}, maka A
terpisah dengan B
Contoh 2:
P=
{tiga huruf pertama pada abjad}
Q=
{empat huruf terakhir pada abjad}
P
terpisah dengan Q
Untuk menunjukkan dua himpunan yang
terpisah dapat dilihat pada diagram Venn berikut:
E. Operasi
Himpunan
1.Irisan dua Himpunan
Definisi: Irisan
himpunan A dan B (dilambangkan A ∩
B) adalah himpunan semua anggota yang menjadi anggota A dan juga menjadi
anggota B
Dengan
menggunakan notasi pembentuk himpunan
A ∩ B = {x/x ε A dan
x ε B}
A ∩ B] dibaca A irisan B atau irisan himpunan A dan B
Contoh
1: Jika A= {1, 2, 3, 4, 5} dan B= {4, 5, 6, 7} maka A ∩ B = {4, 5}
Contoh
2: Jika P= {1, 2, 3, 4} dan Q= 2, 3, 4}
maka P ∩ Q = {2, 3, 4}
Contoh
3:
Jika
E= {1, 2, 3} dan F= a, b, c}, maka
E
∩ F = { }.
Diagram
Venn contoh 1, 2, dan 3 adalah sebagai berikut:
Contoh
4: Jika A= {a, b, c, d, e}, B= {c, d, e, f} dan
C = {d, e, f, g}, maka A ∩ B = {c, d, e};
(A ∩ B) ∩ C = { d, e }
Contoh
5: Daerah yang diarsir pada diagram Venn
berikut manunjukkan A ∩ B, dengan relasinya
antara A dan B
Contoh
6: Jika S= {bilangan cacah}
A=
{kelipatan 2}
B=
{kelipatan 3}
C=
{kelipatan 5}
Daerah yang diarsir pada diagram Venn berikut
menunjukkan A ∩ B dan diagram
Venn pada gambar berikut menunjukkan {A ∩ B} ∩ C
2. Gabungan dua himpunan
Definisi: gabungan
dua himpunan A dan B (dilambangkan A U B) adalah himpunan semua elemen himpunan
A atau B. Dengan menggunakan notasi
pembentuk himpunan ditulis A U B= {x/x ε A atau x ε B} A U B dibaca A gabungan B atau gabungan A dan
B
Contoh: 1:
Jika A= {a, b, c} dan B= {d, e}, maka
A U B= { a, b, c, d, e}
Contoh
2:
Jika
E= {2, 4, 6, 8} dan F= { 2 }, maka
E U F = { 2, 4, 6, 8 }
Contoh
3: Jika G= { p, q, r } dan H= {q, r, s}, maka
G U H = { p, q, r, s }
Contoh
4:
Daerah
yang diarsir pada diagram Venn menunjukkan gabungan antara dua himpunan dengan
berbagai relasi sebagai berikut:
Contoh
3: Jika P= {1, 2, 3, 4 }, Q= {4, 5, 6} dan
R= {6, 7}
PUQ = { 1, 2, 3, 4, 5, 6 }
(PUQ)UR = { 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
}
Gambar diagram Venn menunjukkan sebagai
berikut
Jika banyaknya elemen himpunan A
dinyatakan dengan n(A), banyaknya elemen himpunan B dinyatakan dengan n(B).
Berapakah banyaknya elemen AUB yang ditulis dengan n (AUB) Untuk menjawab
pertanyaan ini perhatikan diagram Venn berikut:
Pada diagram Venn ini dapat dilihat
banyaknya elemen pada masing-masing daerah tertup yang dinyatakan dengan (a),
(b), (c) jadi
n(AUB)
= (a) + (b) + (c)
n(A) = (a) + (b)
n(B) = (b) + (c)
n(A∩B) = (b)
Dapat
disimpulkan banyaknya elemen himpunan A atau B adalah
n(AUB) = n(A) + n(B) - n(A∩B)
Contoh 1: diketahui n(E) = 13
n(M) = 12
n(A∩B) = 7
Penyelesaian: n(AUB) = n(A) + n(B) - n(A∩B)
= 13 + 12 – 7
= 18
Contoh 2:
Dalam suatu kelas terdapat 40 anak, 25
anak menyukai olah raga, 23 anak menyukai kesenian. Berapakah banyaknya anak
yang menyukai keduanya?
Penyelesaian: n(AUB) = n(A) + n(B) - n(A∩B)
40 = 25 + 23 - n(A∩B)
n(A∩B) = -40 + 25+ 23 = 8
Banyaknya anak yang menyukai olahraga dankesenian
8 anak.
Contoh 3:
Di dalam ruangan terdapat 10 anak berbaju
putih dan 12 anak bersepatu hitam. Jika banyaknya anak yang berbaju putih dan
bersepatu hitam ada 5. berapakah banyaknya anak dalam ruangan:
Penyelesaian:
Jika A himpunan anak berbaju putih, B
himpunan anak berbaju hitam, maka AUB himpunan anak dalam ruangan
n(AUB)
= n(A) + n(B) – n(A∩B)
= 10 + 12 – 5
= 17
3.
Komplemen suatu himpunan
Definisi: Komplemen himpunan A adalah himpunan elemen
himpunan semesta yang bukan elemen A
Jika
A adalah himpunan bagian S, maka himpunan A dapat ditulis dengan notasi
Ā = {x/x ε S dan x εA}
Contoh
1: Jika S= {a, b, c, d} dan A= {b, c}, maka
Ā = {a,d}
Contoh
2: Jika S= {bilangan asli}
dan B= {bilangan asli ganjil}
maka B = {bilangan asli genap}
Contoh
3: Jika S= {siswa kelas I}
dan P= {siswa kelas I yang berkaca mata}
maka P={siswa kelas I yang
tidak berkaca mata}
Pada diagram Venn daerah yang diarsir
menunjukkan komplemen dari himpunan Q
4. Selisih
Dua Himpunan
Definisi:
Selisih himpunan B dari himpunan A (dilambangkan dengan B-A) adalah suatu
himpunan yg elemennya merupakan elemen B yg bukan elemen A.
Jika ditulis dengan notasi pembentuk himpunan, maka B-A =
{x/x ε B dan x ε A}
Contoh:
Jika A = {x, y, z, w} dan B = {u, v, x, y}
maka B-A = {u, v}
A-B = {z, w}
Contoh 2
Daerah yang yang diarsir pada diagram
Venn berikut menunjukkan A-B dalam berbagai relasi antara A dan B
5. Perkalian silang dua
Himpunan
Definisi
Perkalian silang dua himpunan
A dan B adalah himpunan semua bilangan berurutan yang unsur pertamanya adalah
anggota A dan unsur keduanya adalah anggota B. Dengan notasi himpunan ditulis
A x B = {(a,b) / aєA dan bєB}
Contoh 1:
A = { 1, 2, 3 }. B = { 1, 2 }, maka
A x B = {(1,1), (1,2), (2,1),
(2,2), (3,1), (3,2)}
Contoh 2
P = { a, b, c } , Q = { 1, 2 } R = { 3 }
P x Q == {(a,1), a,2), (b,1), (b,2),
(c,1), (c,2)
(PxQ)xR ={((a,1),3), (a,2),3), (b,1),3), (b,2),3),
(c,1), 3), (c,2),3)}
Contoh 3:
Jika A= {bis, kereta api, pesawat} dan
B = {bis, taxi}, maka himpunan pasangan berurutan yang menyatakan jenis
kendaraan yang berbeda yang dapat dinaiki dari kota P ke kota R
UNIT 2
PENALARAN DALAM MATEMATIKA
I. PENGANTAR LOGIKA MATEMATIKA
A. Pendahuluan
Logika matematika merupakan terjemahan
dari symbolic logic. Logika matematika dimasukkan ke dalam program matematika
modern sekolah menengah, malahan untuk kelas-kelas terakhir dari SD pun mulai
diberikan, meskipun secara sederhana. Sebabnya ialah karena dengan diberikannya
program matematika modern di SD, konsep-konsep yang diberikan kepada siswa SD
di kelas terakhir akan lebih abstrak dan oleh karenanya Logika matematika akan
berfaedah dan penting bagi pola berfikir matematikia siswa.
Siswa akan bertanya-tanya, bagaimana kita
dapat yakin bahwa pernyataan (kalimat) itu benar, pernyataan itu salah, dan
sebagainya dan siswa makin lama akan memberikan alasan yang makin kritis
terhadap problem pernyataan
B. Pernyataan
Pernyataan (statemen) merupakan kalimat
atau kalimat matematika tertutup yang benar atau salah, tetapi tidak keduanya.
Maksudnya ialah kalimat itu tidak boleh benar atau salah kedua-duanya.
Pernyataan itu disebut juga proposisi.
Umumnya pernyataan itu dinyatakan dengan huruf
kecil, seperti p, q, r, . . .
Contoh:
1.
Pontianak ada di pulau Kalimantan
2.
2 + 4 = 5
3.
Hapus papan tulis itu
4.
Ibu Dewi pandai menjahit
5.
Ekor seekor kambing ada empat
6.
X2 – 3x + 4 = 0
7. Kota
Semarang tidak jauh
(1), (2) dan (5) merupakan
pernyataan; (1) adalah pernyataan yang benar, sedangkan (2) dan (5) perupakan
pernyataan yang salah.
Contoh 3, 4, 6, dan 7 bukan
pernyataan sebab kalimat itu benar tidak salahpun tidak.
Kebenaran atau kesalahan suatu pernyataan
disebut nilai kebenaran dari pernyataan itu. Nilai kebenaran suatu pernyataan
yang benar ditulis B atau T dan nilai kebenaran dari pernyataan yang salah
ditulis S atau F
Dua pernyataan atau lebih dapat
digabungkan menjadi sebuah pernyataan baru yang merupakan pernyataan majemuk.
Contoh pernyataan sederhana sebagai berikut:
1. Cuaca cerah
2. Udara dingin
3. Hari hujan
4. Cuaca berawan
Kita dapat menggunakan
penghubung “dan”, “atau”, “bila maka”, . . . “Jika dan hanya jika . . .” dll,
sehingga terbentuk pernyataan majemuk. Dari pernyataan sederhana di muka dapat
dibuat pernyataan majemuk sebagai berikut:
- Cuaca cerah dan udara dingin
- Udara dingin atau hari hujan
- Jika cuaca berawan, maka hari hujan, dsb.
C. Tabel
Kebenaran
Untuk dapat melihat nilai
kebenaran dari pernyataan majemuk, kita pergunakan tabel kebenaran untuk
konjungsi, disjungsi, implikasi, biimplikasi dan pernyataan.
Suatu pernyataan mempunyai dua kemungkinan benar
dan salah. Bila kita mempunyai dua pernyataan dan kita gabungkan maka komposisi
gabungan kedua pernyataan itu dapat:
- Pernyataan pertama benar, pernyataan kedua benar
- Pernyataan pertama benar, pernhyataan kedua salah
- Pernyataan pertama salah, pernyataan kedua benar
- Pernyataan pertama salah, pernyataan kedua salah
Andaikan pernyataan yang pertama p dan pernyataan
kedua q maka dapat kita rangkum pada suatu tabel sebagai berikut:
P
|
Q
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
1. Pernyataan Konjungsi
Dua
pernyataan dapat kita gabungkan dengan “dan” sehingga terbentuk pernyataan
majemuk. Misalnya bila pernyataan “saya pergi mengajar” digabungkan dengan
pernyataan “hari hujan” dengan kata dan terbentuk pernyataan majemuk “saya
pergi mengajar dan hari hujan”.
Notasi “dan” dalam logika
matematika ialah “Λ”
Misalnya bila
pernyataan-pernyataannya p dan q, maka “p Λ q “ merupakan
konjungsi dari pernyataan p dan q yang artinya “p dan q”
Definisi: Bila p dan q
merupakan pernyataan-pernyataan yang benar maka p Λ q merupakan pernyataan yang benar pula. Bila p dan q dalam keadaan lainnya
maka p Λ q merupakan pernyataan yang salah.
Contoh:
1. Pontianak ada di pulau
Kalimantan dan 2+4 = 6
2. Pontianak ada di pulau
Kalimantan dan 2+4 = 5
3. Pontianak ada di pulau Jawa
dan 2 + 4 = 6
4. Pontianak ada di pulau Jawa
dan 2 + 4 = 5
(1) Merupakan pernyataan yang
benar, sedangkan (2), (3) dan (4) merupakan pernyataan yang salah
Tabel kebenaran konjungsi:
P
|
Q
|
p Λ q
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
2. Pernyataan Disjungsi
Dua
sebarang pernyataan dapat digabungkan oleh perkataan “atau” (maksudnya dan
atau) sehingga menjadi pernyataan majemuk yang disebut disjungsi dari kedua
pernyataan semula. Notasi “atau” dalam
logika matematika ialah “V”
Bila dua pernyataan itu ialah p dan q maka
disjungsi dari p dan q ditulis p V q dibaca “p atau q”
Definisi: Bila p atau q
kedua-duanya merupakan pernyataan yang benar, maka p V q merupakan pernyataan
baru yang benar, yang lainnya salah.
Jadi disjungsi dari dua
pernyataan itu salah bila kedua komponen pernyataannya merupakan pernyataan
yang salah.
Contoh:
1. Pontianak ada di pulau
Kalimantan atau 2+4 = 6
2. Pontianak ada di pulau
Kalimantan atau 2+4 = 5
3. Pontianak ada di pulau Jawa
atau 2 + 4 = 6
4. Pontianak ada di pulau Jawa
atau 2 + 4 = 5
(1), (2) dan (3) merupakan
pernyataan yang benar, sedangkan (4) merupakan pernyataan yang salah.
1. Pontianak ada di pulau
Kalimantan atau 2+4 = 6
2. Pontianak ada di pulau
Kalimantan atau 2+4 = 5
3. Pontianak ada di pulau Jawa
atau 2 + 4 = 6
4. Pontianak ada di pulau Jawa
atau 2 + 4 = 5
(1), (2) dan (3) merupakan
pernyataan yang benar, sedangkan (4) merupakan pernyataan yang salah.
Tabel Kebenaran Konjungsi
p
|
q
|
p V q
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
3. Pernyataan Kondisional
Dalam matematika banyak pernyatan-pernyataan atau kalimat-kaliman “bila p
maka q”. Pernyatan yang demikian disebu pernyataan kondisionil atau bersyarat
ditulis dengan notasi “ “ bila dua
pernyataan itu ialah p dan g, maka kondisionil dari p dan q ditulis
p q (dibaca bila p maka q). Tanda penghubung
disebut implikasi. Pernyataan p disebut antisenden dan pernyataan q disebut
konsekuen. Misalnya “cuaca berawan maka hari hujan”
Antisendennya ialah cuaca
berawan dan konsekuennya ialah hari hujan.
Definisi: pernyataan p q
merupakan pernyataan yang benar kecuali dalam keadaan p merupakan pernyataan
yang benar dan q merupakan pernyatan yang salah.
Untuk dapat
melihat kapan pernyataan kondisionil itu benar dan salah, kita amati contoh
berikut :
Andaikan
seorang ayah berjanji kepada anaknya sebagai berikut “Bila kamu lulus ujian maka
akan saya belikan sepeda baru”. Ada 4 kemungkinan:
1. Anaknya lulus,
dan ia membelikan sepeda baru, tidak melanggar janjinya jadi nilai kebenaran
konjungsi benar
2. Anaknya lulus,
dan ia tidak membelikan sepeda baru. Apakah ia melanggar janjinya, memang benar
ia melanggar janjinya maka kebenaran konjungsinya salah
3. Anaknya tidak
lulus ujian, tetapi ia membelikannya sepeda baru. Dalam hal ini ia memenuhi
janjinya. Jadi nilai kebenaran kondisionil itu benar
4. Anaknya tidak
lulus, dan ia tidak membelikan sepeda baru, tidak melanggar janjinya, jadi
nilai kebenaran kondisionil itu benar
Tabel Kebenaran
Kondisional
P
|
Q
|
p q
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
4. Pernyataan Bikondisional
Kalimat atau pernyataan dalam matematika yang juga umum ialah “p jika dan
hanya jika q”. Pernyataan ini ditulis dengan notasi “ “ bila kedua pernyataan itu ialah p dan q
maka bikondisionil dari p dan q ialah p
q dan disebut juga bersyarat ganda.
Definisi: Bila p dan q merupakan pernyatan-pernyataan yang nilai kebenarannya
sama, maka p q merupakan pernyataan yang benar; bila p
dan q nilai kebenarfannya tidak sama, maka p
q merupakan pernyataan yang salah
Contoh:
1. Pontianak
ada di pulau Kalimantan jika dan hanya jika 2+4 = 6
2. Pontianak
ada di pulau Kalimantan jika dan hanya jika 2+4 = 5
3. Pontianak
ada di pulau Jawa jika dan hanya jika 2 + 4 = 6
4. Pontianak
ada di pulau Jawa jika dan hanya jika 2 + 4 = 5
Tabel Kebenaran Bikondisionil
p
|
q
|
p q
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
5. Penyangkalan
Penyangkalan
(negation=negasi) dari pernyataan p ditulis –p. –p dibaca “bukan p”.
Sudah jelas suatu pernyataan
dan penyangkalannya merupakan dua pernyataan yang nilai kebenarannya
berlawanan. Misalnya p adalah suatu pernyataan “Pontianak ada di pulau
Kalimantan” maka –p ialah “salah bahwa Pontianak ada di pulau Kalimantan atau
dengan perkataan sehari-hari –p itu ialah Pontianak tidak ada di pulau
Kalimantan.
Definisi: Penyangkalan p ialah
benar bila p merupakan pernyataan yang salah, dan sebaliknya pernyataan p itu
salah bila p merupakan pernyataan yang benar.
Contoh:
Penyangkalan dari 2 + 4 = 6
ialah bahwa 2 + 4 ≠ 6.
D. Latihan
- Andaikan p menyatakan “cuaca berawan” dan q menyatakan “hari hujan”. Berikanlah suatu kalimat verbval yang menyatakan masing-masing proposisi berikut:
a.
-p e. p Λ -p
b. p Λ q f. q
V -p
c. p V q g. –p
-q
d. p
q h. –p Λ –q
- Andaikan p menyatakan “dia cantik” dan q menyatakan “dia mempesona”. Tulislah masing-masing dari pernyataan di bawah ini dalam bentuk lambang p dan q
a.
Dia cantik dan mempesona
b. dia cantik tetapi tidak mempesona
c. Adalah tidak benar bahwa dia cantik
atau mempesona
d. dia tidak cantik dan tidak mempesona
e. Tidak benar bahwa dia cantik atau tidak
mempesona
3. Buatlah tabel kebenaran dari proposisi
berikut:
a. (p
Λ q) V (q Λ p)
b. (p
Λ q) Λ (p V
r)
c. -p V q
d.
-(p V q)
e. (p Λ-q) (-p V q)
f.
(p V q) ( r Λ s
E.
Pernyataan Tautologi dan Kontradiksi
Pada tabel
kebenaran dari suatu pernyataan ada kolom-kolom yang sesuai dengan banyaknya
penghubung. Dari kolom-kolom itu ada kolom penghubung terakhir. Bila pada kolom
penghubung terakhir itu semuanya B, maka pernyataan yang demikian itu disebut
Tautologi. Ada juga yang sebaliknya semuanya S, maka pernyataan yang demikian
itu disebut Kontradiksi.
Untuk
jelasnya kita buat tabel kebenaran dari
- p V -(p Λ q)
- (p Λ q) Λ –(p V q)
- p {p Λ –(q V r) }
Penyelesaian
1. p V
-(p Λ q)
p
|
Q
|
p Λ q
|
-(p Λ q)
|
p V -(p Λ q)
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
Karena kolom penghubung
terakhir semuanya bernilai benar, maka pernyataan p V -(p Λ q) adalah tautologi.
F. Pernyataan-pernyataanEkuivalen
Dua
pernyataan disebut ekuivalen bila tabel kebenaran sama. Notasi untuk ekuivalen
ialah “≡”
Contoh: Tunjukkan bahwa –(p V
q) ≡ -p Λ –q dengan tabel kebenaran
p
|
q
|
-p
|
-q
|
p V q
|
-(p V q)
|
-p Λ –q
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
Karena kolom 6 dan kolom 7
nilai kebenarannya sama, maka pernyataan
–(p V q) ≡ -p Λ –q
Latihan:
Gunakan tabel kebenaran untuk
memeriksa ekuivalensi pernyataan berikut:
1. (p V q) V r ≡ p V (q V r)
2. (p q)
≡ (-p) V q
G.
Pernyataan Konvers, Invers dan Kontrapositif
Apabila kita mempunyai kondisional
p q , maka :
q p disebut konvers dari
kondisional p q
-p -q disebut invers dari kondisional p
q
-q -p
disebut kontrapositif kondisional
p q
Misalnya, jika 3 = 2
+ 1 maka 5 kurang dari 6 maka konversnya adalah
Jika 5 kurang dari 6, mkaka 3
= 2 + 1 . Jika disajikan dalam tabel maka konvers, invers dan kotrapositif dari
kiondisional adalah:
p
|
q
|
-p
|
-q
|
kondisional
|
konvers
|
invers
|
kontrapositif
|
p q
|
q p
|
-p -q
|
-q -p
|
||||
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
H. Argumen
Cara pembuktian suatu teorema dalam
matematika menggunakan argumen logika yang menyatakan bahwa kebenaran teorema
berdasarkan pada kebenaran teorema yang sudah dibuktikan sebelumnya dan
kebenaran yang berupa kesepakatan yang
disebut aksioma
Rangkaian keguatan penalaran yang
disebutkan di atas menunjukkan bahwa suatu pernyataan tertentu mengikuti secara
runtut dari satu atau lebih pernyataan lain. Pernyataan yang menurunkan
pernyataan disebut hipotesis, sedang pernyataan yang diturunkan disebut
kesimpulan.
Kumpulan pernyataan yang memuat semua
hipotesis dan kesimpulan disebut argumen.
Misal silogisma Aristoteles,
(1) Semua pahlawan adalah manusia
(2) Semua manusia adalah makhluk hidup karena
itu,
(3) Semua pahlawan adalah makhluk hidup, ini
merupakan susunan pikiran yang berasal dari hipotesis (1) dan (2), dan dengan
menggunakan suatu hukum logika sampai kepada kesimpulan (3). Tetapi perlu
ditekankan bahwa argumen ini tidak mengembangkan kebenaran pernyataan (1), (2)
dan (3). Beberapa argumen dapat memuat hipotesis dan kesimpulan sebagai
pernyataan-pernyataan yang bernilai salah. Argumen hanya berkenan dengan
pembuktian pernyataan:
[(1) Λ (2)] → (3) bernilai benar
Kondisi ini dapat dilihat dengan hukum
logika yang memperkenalkan kita mengambil kesimpulan (3) dari hipotesis (1) dan
(2) menggunakan tabel kebanaran untuk pernyataan [(p → q) Λ (q → r)] → (p→
r) bernilai benar, tidak tergantung kepada nilai kebenaran p, q, dan r.
Pernyataan ini disebut hukum silogisme.
Jika kita perhatikan argumen Aristoteles
dan hukum silogisma, kita dapat melihat bagaimana kabsahan (validity) dapat
dikembangkan.
(1) Jika
sesuatu itu adalah pahlawan, maka sesuatu itu adalah manusia
(2) Jika
sesuatu itu adalah manusia, maka sesuatu itu adalah makhluk hidup. Karena itu,
(3) Jika sesuatu itu adalah pahlawan, maka
sesuatu itu adalah makhluk hidup.
Sebagai contoh, pernyataan-pernyataan
berikut sebagai hipotesis ((1) – (4)) dan kesimpulan (5).
(1) Jika seseorang merokok, maka ia akan sakit
kanker
(2) Jika seseorang sakit kanke, maka ia harus
masuk rumah sakit
(3) Jika seseorang masuk rumah sakit, maka ia
harus membayar biaya pengobatan
(4) Jika seseorang harus membayar biaya
pengobatan, maka ia harus bekerja keras
Karena itu
(5) Jika seseorang merokok, maka ia harus bekerja
keras
Kondisional [(1) Λ (2) Λ (3) Λ (4) → (5) bernilai benar terlihat dalam bentuk
simbolik dari argumen berikut ini:
(1)
p → q
(2)
q → r
(3)
r → s
(4) s
→ t
Karena itu,
(5)
p → t
Contoh 1:
Tentukan kesahihan argumen yang diberikan berikut
ini
(i) Jika
hari hujan, maka jalan-jalan basah
(ii) Hari
hujan
Jadi, jalan-jalan basah
Jawaban
Argumen pada contoh adalah sahih, sebab sesuai
dengan pola srgumen
p → q
p
q
Tabel kebenarannya
P
|
q
|
p→ q
|
( p→ q ) Λ p
|
{( p→ q ) Λ p} → q
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
Karena kolom penghubung terakhir semuanya
bernilai benar maka argumen tersebut sahih.
UNIT
3
RELASI DAN FUNGSI
I.
RELASI
A. Pasangan Berurutan
Pasangan
berurutan elemen-elemen (unsur-unsur)
adalah sepasang elemen dimana satu elemennya dikhususkan sebagai elemen pertama
dari pasangan itu.
Kita pakai tanda kurung kecil untuk menunjukkan
pasangan berurutan ini, misalnya (a,b). Pasangan berurutan ini antara lain
terdapat pada absis dan ordinat suatu titik pada sistem koordinat ortogonal.
Misalnya titik (2,3) berbeda dengan titik (3,2). Jadi pasangan berurutan (a,b)
≠ (b,a)
B. Himpunan Perkalian
Himpunan
perkalian dua himpunan A dan B, dilambangkan dengan A x B, adalah semua
pasangan terurut (a,b) dimana a ε A dan b ε B
Contoh:
Jika A = {1,2,3} dan B =
{a,b}, maka:
A x B = {(1,a) , (1,b) , (2,a) , (2,b),(3,a) , (3,b)}
B x A = {(a,1) , (a,2) , (a,3) , (b,1) , (b,2) , (b,3)}
B x B = {(a,a) , (a,b) , (b,a) , (b,b)}
AxA ={(1,1),(1,2),(1,3),(2,1),(2,2),(2,3),(3,1),(3,2),(3,3)
C.
Diagram Koordinat
Perkalian Cartesius dari dua himpunan, jika elemennya
tidak terlalu banyak, dapat diperlihatkan di dalam suatu diagram koordinat.
Misalnya himpunan A = {a,b,c}, dan B = {1,2}, maka diagram koordinat A x B dan
B x A diperlihatkan pada gambar berikut:
D. Relasi
Suatu relasi (R) dari himpunan A terhadap himpunan B
menunjukkan kepada tiap pasangan (a,b) pada AxB, dimana a ε B dan b ε B salah satu dari:
- “a berelasi dengan b” ditulis a R b
- “a tidak berelasi dengan b” ditulis a R b
Sebagai contoh, andaikan kita
mempunyai himpunan
A= {a,b,c}
dan B = {1,2}
R = {(a,1) ,
(a,2) , (b,1) , (b,2) , (c,1) , (c,2)} merupakan relasi A terhadap B, sebab AxB
= {(a,1) , (a,2) , (b,1) , (b,2) , (c,1) , (c2)}
Contoh lain: misalkan R relasi pada A = {a,b} relasi dari A ke A dimana R = {(a,a),(b,b)}, maka a R a,
a R b , b R a , b R b
Himpunan
semua komponen pertama dari pasangan berurut R disebut daerah asal R (domain R), semua komponen kedua dari pasangan
berurut R disebut daerah hasil R (kodomain atau range R)
Contoh 1
Misalkan A adalah suatu
himpunan manusia. Dengan relasi R, maka a R
b dimaksudkan sebagai suatu pernyataan a
mempunyai ibu kandung b
Contoh 2
Misalkan A adalah himpunan
bilangan real. Jika A, b, ε A, a berelasi R
dengan b atau ditulis (a R b)
dimaksud sebagai pernyataan bahwa ”a2 = b”.
Kedua contoh ini merupakan
contoh relasi pada himpunan A. Kesamaan dari kedua contoh tersebut ialah bahwa
tidak adanya satu a ε A sehingga a R
b dan a R c sekaligus. Kesamaan yang
lain ialah bahwa tidak ada satu pun a ε A sehingga a tidak berelasi R dengan
anggota a yang lain.
Difinisi: Relasi dari himpunan a ke himpunan B
adalah himpunan pasangan berurutan yang merupakan himpunan bagian dari A x B.
Daerah asal, daerah definisi atau domain dari suatu relasi adalah himpunan yang
anggotanya terdiri dari unsur-unsur pertama dari pasangan berurutan itu,
sedangkan daerah hasil dari suatu relasi adalah himpunan yang anggotanya
terdiri dari unsur-unsur kedua dari pasangan berurutan itu.
E. Relasi Invers
Misalkan R
merupakan relasi dari A kepada B. Invers R dinyatakan dengan R-1 ,
adalah relasi dari B ke A yang mengandung semua pasangan berurutan yang bila
dipertukarkan menjadi semua pasangan berurutan dari R maka R-1 = {
(b,a) / (a,b) ε R }
Misalkan kita
mempunyai relasi R pada A = {1,2,3}. R = {(1,2), (1,3), (2,3). Maka R-1
= {(2,1), (3,1), 3,2)}
Contoh lain misalkan A =
{1,2,3} dan B = {a,b}. Relasi dari A ke B merupakan A x B = {(1,a),
(1,b), (2,a), (2,b), (3,a), (3,b)}, maka
R-1 = {(a,1), (b,1), (a,2), (b,2), (a,3), (b,3)} merupakan B x
A.
Dari contoh itu kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
invers dari relasi merupakan relasi pula dan daerah asal R = daerah hasil R-1
dan daerah hasilo R = daerah asal R-1 , maka R-1 merupakan himpunan bagian dari
daerah hasil R x daerah asal R.
Contoh 1
Misalkan R = {(0,1), (1,1),
(1,-2), (3,4)}
- Sebutkan daerah asal dan daerah hasil
b. Gambar
diagram panahnya.
Jawab
a. Daerah asal = {0, 1, 3} dan daerah hasil =
{-2, 1, 4}
b.
Diagram panahnya
Contoh 2
Diketahui himpunan A = {-1, 0,
1, 2, 3}; B = {-3, -1, 1, 2}
a. Tulislah relasi
sebagai pasangan berurutan yang menunjukkan hubungan ”kurang dari” dari
himpunan A ke himpunan B
b. Gambar diagram panahnya
Jawab
a. {(-1,1), (-1,2), (0,1), (0,2), (1,2)}
b.
F. Fungsi
Definisi : Fungsi adalah relasi dimana setiap unsur dari
daerah asalnya dipasangkan dengan tepat
satu unsur dari daerah hasilnya.
Definisi di atas menyatakan
bahwa pada fungsi itu tidak ada pasangan berurutan yang unsur pertamanya sama,
dan semua unsur daerah asalnya harus dipasangkan.
Jadi pada fungsi itu :
- Ada suatu himpunan D yang disebut daerah asal, daerah definisi, atau domain
- Ada suatu himpunan K yang disebut daerah kawan atau kodomain
- Ada suatu relasi yang memasangkan setiap unsur dari D ke tepat satu unsur dari K. Himpunan bagian dari K yang anggotanya semua unsur pasangan unusr-unsur dari D disebut daerah hasil dari fungsi itu
Contoh:
- Diagram panah berikut menunjukkan relasi dari himpunan A ke himpunan B. Relasi mana yang merupakan fungsi
a. A B
b. A B
c.
A B d. A B
Jawab :
a. bukan fungsi, sebab ada sebuah unsur dari
daerah asal yang tidak punya pasangan
pada daerah hasilnya.
b. bukan fungsi, sebab sebuah
unsur dari daerah asal mempunyai dua unsur sebagai pasangannya pada daerah
hasilnya.
c. Fungsi, sebab setiap unsur dari daerah asalnya
dipasangkan dengan tepat satu unsur dari daerah hasilnya
d.
Fungsi,
sebab setiap unsur dari daerah asalnya dipasangkan dengan tepat satu unsur dari
daerah hasilnya.
- Perhatikan kembali relasi dari himpunan banyaknya sisi suatu segi banyak ke himpunan banyaknya diagonal yang dapat ditarik melalui satu titik sudut pada segiempat itu. Apakah relasi itu fungsi:
Jawab :
Relasi itu fungsi, sebab untuk setiap segibanyak terdapat tepat sejumlah
tertentu diagonal yang dapat ditarik melalui satu titik sudut.
Fungsi dinyatakan juga dengan:
1.
Pemetaan dari himpunan A ke himpunan B
Definisi : Bila A dan B himpunan, pemetaan dari himpunan
A ke himpunan B adalah suatu relasi yang memasangkan setiap unsur dari A ke
tepat satu unsur dari B.
Bila a ε A dan b ε B dan a
dipasangkan dengan b, maka dikatakan bahwa a dipetakan ke b, ditulis a b ; b disebut bayangan atau peta a
Pemetaan dari A ke B diagram panahnya adalah sebagai
berikut :
A B
Contoh :
Apakah
relasi berikut ini pemetaan dari A ke B
a. A B A B A
B
Jawab :
a.
ya
b.
bukan, sebab d petanya ada pada dua buah
(tidak sebuah)
c.
bukan, sebab c tidak punya peta
2.
Pemetaan lain ialah pemetaan dari himpunan A kepada himpunan B (onto),
Definisi : Bila A dan B himpunan,
pemetaan dari himpunan A ke pada himpunan B adalah suatu relasi bila setiap
unsur dari B merupakan peta paling sedikit dari satu unsur dari A.
Contoh : Misalkan murid dan bus, dalam
keadaan apakah akan terjadi pemetaan dari A ke B (jawab: bilasemua tempat duduk
terisi).
Dengan
diagram panah pemetaan dari A ke B adalah sebagai berikut :
A B
3. Pemetaan 1-1 (satu-satu)
Definisi : Bila A dan B himpunan,
pemetaan 1 - 1 (pemetaan satu-satu) dari himpunan A kepada himpunan B adalah
suatu relasi bila setiap unsur dari B adalah peta dari unsur-unsur dari A, dan
tidak ada dua unsur berbeda dari A
mempunyai peta yang sama di B. Kata lain untuk pemetaan 1 – 1 kepada adalah
korespondensi satu-satu.
Contoh:
a.
Dari relasi yang diagram panahnya
sebagai berikut, manakah yang merupakan pemetaan dari – ke, pemetaan dari –
kepada, dan pemetaan 1 -1 dari – kepada
A B A
B
A B A
B
Jawab :
1)
bukan pemetaan, sebab peta dari 1 lebih
dari sebuah
2)
pemetaan dari C kepada B
3)
pemetaan dari A ke B
4)
pemetaan 1 -1 dari A kepada B, atau pemetaan dari A
kepada B
b.
Dari relasi berikut manakah yang
merupakan pemetaan dari – ke, pemetaan dari ke – kepada, pemetaan 1 -1 dari –
kepada
1)
{ (1,1), (2,2), (3,2) }
2)
{ (1,1), (2,2), (3,3) }
3)
{ (1,1), (2,1), (3,3) }
4)
{ (1,1), (1,2), (1,3) }
5)
{ (0,0), (-1,1), (1,1), (-2,2), (2,2),
...}
6)
{
1 , 2
, 3 ,
. . . }
{ 0,2 ,
4 , 6
, . . . }
Jawab:
1)
pemetaan dari {1, 2, 3} kepada {1, 2}
2)
pemetaan dari {1, 2, 3} kepada {1, 2, 3}
atau pemetaan 1 – 1 dari {1, 2, 3} kepada {1, 2, 3}
3)
pemetaan dari {1, 2, 3} kepada {1, 3}
4)
bukan pemetaan, sebab peta dari 1 lebih
dari sebuah
5)
pemetaan dari { . . . , -2, -1, 0, 1, 2,
. . . kepada 0, 1, 2, . . . }
6)
pemetaan dari {1, 2, 3, . . . } ke {0, 2, 4, 6, . . .}
- Notasi Fungsi
Fungsi sering diberi nama dengan huruf f, g atau h.
A f
B
f = {
(1,a), (2,b), (3,b) }
Contoh
Fungsi g adalah f : x x + 4
Carilah
daerah hasil dari pasangan berurutan dari fungsi f dimana f memetakan { 1, 0,
-4 } ke himpunan bilngan cacah
Jawab:
f : 1 1
+ 4 = 5. jadi f memetakan 1 ke 5
f : 0 0
+ 4 = 4. jadi f memetakan 0 ke 4
f : -4
+ 4 = 0. jadi f memetakan -4 ke 0
Daerah hasil dari fungsi f :
x x + 4 dengan { 1, 0, -4
}sebagai daerah asal adalah {5, 4, 0 }
Notasi lain dari fungsi adalah
f(x) berarti nilai di daerah hasil dari fungsi f, dimana sebarang nilai x di
daerah asalnya dipetakan. Fungsi f yang didefinisikan sebagai f(x)
= x + 4, sama artinya dengan fungsi f didefinisikan sebagai f : x x + 4
Bila A adalah daerah asal dan B
adalah daerah kawan dari suatu fungsi f maka ”f
fungsi dari A ke B” ditulis pula sebagai f : A B
G. Latihan
1.
Lengkapilah diagram panah berikut yang menunjukkan relasi ”kurang dari”
dari himpunan M ke himpunan N
M N
Untuk soal 2, 3, 4 berikut:
a. Tunjukkan
daerah asal dan daerah hasilnya
b. Gambar diagram
panahnya
c. Gambar
grafiknya
2. Diketahui
relasi {(1,2), (2,0), (2,1), (3,1), (4,2)}
3. Diketahui
relasi {(0,0), (1,1), (2,2), (3,3)}
4. Diketahui
relasi {(3, -3), (1, -1), (0,0), (-1,1),
(-3,3)}
5.
Gambarlah diagram panah untuk menunjukkan relasi
a. Faktor dari
himpunan A = {1,2,3,4} ke himpunan B = {2,4,6,8}
b. Kelipatan dari
himpunan A= {1,2,3,4} ke himpounan B = {2,4,6,8}
c. Lebih dari” dari himpunan a = {1,2,3,4} ke himpunan B
= {2,4,6,8}
6. Carilah relasi invers dari relasi-relasi pada
soal nomor 2,3, 4. Tuliskan pula daerah asal dan daerah hasilnya
7. Manakah relasi-relasi berikut yang merupakan
fungsi:
a. {(1,2), (2,2),
(1,3)}
b. {(1,1), (2,1),
(3, 2)}
c. {(2,2), (3,3),
(5,5), (7,7)}
d. {(-1,1), (-2,
2), (-3, 3), (-1 , 4)}
UNIT 4
PERSAMAAN DAN
PERTIDAKSAMAAN
I.
PERSAMAAN
A. Istilah-istilah dalam persamaan
- Variabel = sebuah lambang yang menyatakan atau mewakili sebarang bilangan real. Variabel biasa dinotasikan dengan huruf kecil : x, y, a, u, dll.
Contoh:
5+5 = 2x5 berlaku juga untuk a+a = 2a atau disingkat menjadi 2a
2x3 = 3x2 2a = a x 2 = 2a
2. Konstanta
Perhatikan contoh
pada 2a, bilangan 2 menyatakan banyak variabel a dan disebut suku atau lebih
lengkap suku aljabar. Jika suku aljabar tidak memuat variabel hyanya terdiri
dari bilangan saja maka bilangan tersebut disebut konstanta.
3. Koefisien
Jika suatu suku dikalikan dengan suatu
bilangan atau variabel baik variabel yang sama maupun bebeda hasil kalinya
merupakan suku juga.
Contoh
Jika 3axb maka diperoleh 3ab yang merupakan
sebuah suku, sedangkan
koefisien dari ab adalah 3
Jika dua suku yang sama dijumlahkan atau lebih
maka akan diperoleh perkalian antara bilangan yang menyatakan banyaknya suku
dengan suku tersebut.
Contoh: jika 3y + 3y + 3y maka diperoleh
3 x 3y = 9y
Jika dua suku yang memuat variabel sama
atau lebih maka untuk menyederhanakannya, kita dapat menggunakan aturan
distributif.
Contoh: Jika 2n + 5n maka diperoleh (2 + 5)n = 7n
Pada setiap suku aljabar dapat dikenakan
operasi perkalian dan pembagian seperti pada
bilangan. Contoh:
a.
2 x 5y = (2 x 5)y = 10 y
b.
12p : 3 = (12 : 3)p = 4p
Sifat-sifat operasi hitung pada bilangan
bulat juga berlaku pada pengerjaan operasi hitung suku aljabar; Contoh:
a. r x s = s x r = rs ( sifat pertukaran pada perkalian
/komutatif)
b. a x (b x c) = (a x
b) x c ( sifat pengelompokan pada
perkalian/asosiatif)
c. 2p (q + r) = (2p x q) + (2p x r)= 2pq + 2pr
(sifat penyebaran perkalian terhadap penyebaran/ distributif)
Bentuk umum persamaan linear dengan satu
peubah:
ax + b = c dengan a ≠ 0 dan b,c adalah
konstanta.
B.
Persamaan Linier
Persamaan adalah pernyataan atau kalimat
matematika tebuka yang mengandung satu peubah atau lebih yang dihubungkan oleh
relasi “=“ (sama dengan)
Contoh : x + 6 = 10 ; 5x + 3 = 8
Persamaan linear adalah suatu
persamaan yang pangkat tertinggi pada variabelnya adalah 1.
Bentuk umum persamaan linear
dengan satu peubah:
ax + b = 0 dengan a,b ε R di mana R adalah himpunan bilangan real dan a ≠ 0
Contoh
Tentukan penyelesaian persamaan linear
a. x + 6 = 10
b. 3x + 5 = 8
c. 2x – 7 = 5
d. 7x – 3 = 5x + 9
e. 4(y-1) + 5(y+2) = 3(y-8)
x – 3
2x + 3
f. =
2 3
Penyelesaian
a. x + 6 = 10
x + 6 – 6 = 10 – 6 →
kedua ruas dikurang 6
x =
4
Jadi himpunan penyelesaiannya adalah { 4 }
b. 3x + 5 = 8
3x + 5 – 5 = 8 – 5 →
kedua ruas dikurang 5
3 x = 3
1/3 (3x) = 1/3 (3) →
kedua ruas dikali 1/3
x = 1
Jadi himpunan penyelesiannya adalah { 1
}
Penyelesaian c, d, dan e silahkan dikerjakan.
c. 2x-7= 5
2x = 7+5
x = 12/2
= 6
d. 7x-3 = 5x+9
7x-5x =3+9
2x =12
x = 6
C.
Persamaan Kuadrat
Persamaan
kuadrat adalah suatu persamaan yang pangkat tertinggi dari
variabelnya
adalah 2.
Bentuk umum persamaan kuadrat adalah ax2
+ bx + c = 0 dengan a,b,c ε R di mana R adalah himpunan bilangan real
dan a≠ 0
Contoh:
x2 – 4 =0
2x2 – 4x = 0
Untuk
menyelesaikan persamaan kuadrat terdapat tiga cara yaitu
1. Dengan Cara faktorisasi
1. Dengan Cara faktorisasi
2. Dengan melengkapkan kuadrat
3. Dengan rumus
1.
Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan faktorisasi
Sifat aljabar yang digunakan
adalah:
Untuk a dan b bilangan real,
jika ab=0 maka a=0 atau b=0 dan jika a=0 atau
b=0, maka ab=0
Contoh:
a. Tentukan himpunan selesaian
2x2 – 4x = 0
Jawab
2x2 – 4x = 0
2x(x – 2) = 0
2x = 0 atau x-2 = 0
x = 0 atau x = 2
Jadi himpunan selesaiannya { 0, 2 } dibaca 0 atau 2
b. 2x2
+ x – 1 = 0
c. 3n2
+ 14n-5 = 0
d. x2- 6x+5=0
2. Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan melengkapkan kuadrat
Cara melengkapkan kuadrat yaitu mengubah
ax2 + bx + c = 0, a ≠ 0 menjadi
bentuk (x-m)2 = n dengan m dan n real dan n ≥ 0
Contoh;1
Tentukan himpunan selesaian x2–6x+5
= 0
Jawab:
x2
– 6x + 5 = 0
x2 – 6x = -5
x2
– 6x + 9 = -5 + 9 (9 berasal dari
½(-6)= -32= 9)
(x-3)2 = 4
X-3 = √4 atau x-3 = -√4
X-3 = 2 atau x-3 = -2
X = 5 atau x = 1
Jadi himpunan selesaiannya adalah {1,5}
2. x2 + 2x -3 = 0
3. x2 + 2x + 2 = 0
4. 3x2 – 2x – 1 = 0
Penyelesaian:
1/3(3x2 – 2x – 1) = 0
x2 – 2/3x – 1/3 = 0
à ½(- 2/3) = (-1/3)2 = 1/9
x2 – 2/3x + 1/9 = 1/3 + 1/9
x2 -2/3x + 1/9 = 4/9
(x – 1/3)2 = 4/9
x – 1/3 = √4/9 atau
x – 1/3 = - √4/9
x – 1/3 = 2/3 atau x – 1/3 = - 2/3
x = 1 atau x = 1/3
jadi, himpunan selesaiannya adalah {1,1/3}
Silahkan dikerjakan!!!
3. Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan rumus
Cara yang paling cepat dan praktis untuk
menyelesaikan persamaan kuadrat yaitu
dengan mengunakan rumus yang diperoleh dari cara melengkapi kuadrat;
Bentuk umum persamaan kuadrat
ax2
+ bx + c = 0, a, b dan c bilangan real dan a ≠ 0 diselesaikan dengan cara
melengkapi kuadrat.
rumus diselesaikan dengan:
atau
Contoh:
1
x2 + 5x + 4 = 0 a = 1; b = 5 ; c = 4
- 5 ± √52 – 4.1.4
x =
2.1
- 5 ± √25 – 16
=
2
-5 + √9 -5 ± 3
= =
2
2
-5 + 3
Maka x = = -1 atau
2
-5 – 3
x = = -4
2
Jadi himpunan penyelesaiannya {-4, -1}
2. x2 + 4x + 5 = 0
3.
x2 – 6x + 5 = 0
4.
x2 – 2x + 1 = 0
Silahkan dikerjakan
D. Pertidaksamaan Linier
Suatu kalimat matematika yang mengandung satu atau
lebih peubah dan relasi ≤ < ≥, atau > disebut suatu pertidaksamaan.
Berikut ini merupakan beberapa
contoh pertidaksamaan:
1. x + 6 > 3
2. x – 5 ≤ 7 + 2x
3. x + y < 2
4. x2 – 5x + 6 ≥ 0
5. x2 + y2 > 4
Bila pertidaksamaan hanya mengandung satu peubah dan berpangkat satu maka
pertidaksamaan tersebut dinamakan pertidaksamaan linear satu peubah.
Contoh 1 dan 2 merupakan suatu
pertidaksamaan linear satu peubah sedang contoh 3, 4 dan 5 bukan.
Bentuk umum pertidaksamaan
linear dengan satu peubah adalah
ax+b≥0 ; ax+b>0 ; ax+b≤0 ;
ax+b<0
Contoh: tentukan penyelesaian
dari:
1.
5x –
3 > 7
Penyelesaian:
5x – 3 + 3 > 7 + 3 kedua ruas ditambah
3
5x > 10
1/5(5x) > 1/5(10) Kedua ruas dikali 1/5
x > 2
Jadi himpunan penyelesaiannya adalah:
{x / x > 2}
2. -2x + 1 ≤ 3
3. -3a + 5a – 2≥8a – 7 – 9a
E.
Pertidaksamaan Kuadrat
Bentuk umum pertidaksamaan kuadrat dengan satu peubah adalah:
ax2 + bx + c > 0
ax2 + bx + c ≥ 0
ax2 + bx + c < 0
ax2 + bx + c ≤ 0
Untuk mencari penyelesaian pertidaksamaan kuadrat bentuk baku:
- Tentukan himpunan penyelesaian dari persamaan kuadratnya yaitu: ax+bx+c=0.
Dari
pembehasan sebelumnya jika b2-4ac>0 maka himpunan penyelesaiannya
beranggotakan 2 bilangan real, jika b2-4ac<0 maka himpunan penyelesaiannya
merupakan himpunan kosong.
2. Selanjutnya penyelesaian dari persamaan
tersebut kita tempatkan pada garis bilangan.
3. Langkah
terakhir adalah memberikan tanda untuk ax2+bx+c=0 dengan mengambil
sebarang bilangan pada setiap selang dan menghitung nilai ax2+bx+c=0
dengan bantuan tabel. Dari tabel dapat disimpulkan himpunan penyelesaian dari
pertidaksamaan kuadrat tersebut.
Contoh: Tentukan himpunan penyelesaian
dari:
a. x2
+ 6x – 7 < 0
Penyelesaian
x2 + 6x – 7 < 0
x2 + 6x – 7 = 0
(x-1)(x+7) = 0
x-1 = 0 atau x+7 = 0
x = 1 atau x = -7 Maka HP {-7 , 1)
Selangnya:
(-∞, -7) ; (-7 , 1) ; (1, ∞)
o o
-7 1
Selang
|
Nilai x yang
dipilih
|
Nilai X2+6x-7 untuk
Nilai x yang diplilih
|
Tanda x2+6x-7 Pada selang
|
( - ∞, -7
(-7 , 1)
(1 , + ∞)
|
-9
0
2
|
(-9)2 + 6(-9)
– 7 = 20
(0)2 + 6(0) –
7 = -7
(2)2 + 6(2) –
7 = 9
|
+
-
+
|
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan
bahwa x2 + 6x – 7 < 0 hanya jika x terletak pada interval (-7,1) Jadi
Himpunan penyelesaian dari x2 + 6x – 7 < 0 adalah : (x / -7 < x < 1)
F. Sistem Persamaan Linier
Bentuk umum sistem persamaan
linear
dengan dua peubah adalah:
a1x + b1y = c1
a2x + b2y = c2
Dengan a1, a2,
b1, b2, c1, dan c2 merupakan
bilangan-bilangan real.
Ada 3 masalah dalam
menyelesaikan sistem persamaan linear:
- ada tidaknya penyelesaian
- metode penyelesaian
- deskripsi selengkapnya mengenai
penyelesaian.
Cara menyelesaikan sistem
persamaan linear dua peubah dengan metode substitusi.
Contoh:
x + y = -8
2x – y = -1
Penyelesaian:
Pilih persamaan x + y = -8, kemudian kita
nyatakan x sebagai y sehingga diperoleh
x = -8 – y lalu substitusikan ke dalam
persamaan 2x – y = -1 sehingga diperoleh
2x – y = -1
2 (-8-y) – y = -1
-16 -2y – y = -1
-3y = -1 + 16
-3y = 15
y = -5
Sehingga diperoleh x= -8 – y
= -8 –(-5)
= -8 + 5
= -3
Jadi penyelesaian sistem persamaan linear
Adalah (-3, -5)
Menyelesaikan persamaan linear
dua peubah dengan metode eliminasi dilakukan dengan langkah-langkah:
- Nilai x ditentukan dengan menghilangkan atau mengeliminasi variabel y
- Nilai y ditentukan dengan menghilangkan atau
mengeliminasi variabel x
Contoh:
x + y = -8
2x – y = -1
Penyelesaian
x + y = -8
2x – y =
-1
+
3x =
-9
x
= -3
selanjutnya masukkan nilai x
ke salah satu persamaan
-3 + y = -8
-3 + y + 3 = -8 + 3
y = -5
Jadi himpunan penyelesaiannya
adalah { -3 , -5 }
UNIT 5
PENGELOLAAN DATA
I.
PENYAJIAN DATA DENGAN TABEL
Data yang telah dikumpulkan, baik yang
berasal dari populasi ataupun dari sampel, untuk keperluan laporan dan atau
analisis selanjutnya, perlu diatur, disusun, disajikan dalam bentuk yang jelas
dan baik. Ada dua cara penyajian data yang sering dipakai yaitu penyajian data
dengan tabel atau daftar dan dengan grafik atau diagram. Penyajian data dengan
tabel atau daftar ada dua macam yaitu penyajian data tunggal dan data
berkelompok (distribusi frekuensi).
A. Penyajian data tunggal kedalam
tabel atau daftar.
Contoh : Misalnya dibrikan data yang
menyatakan banyaknya anak dari 30 pasang suami-istri dari sebuah Rukun Tetangga
sebagai berikut:
7 1 1
0 3 4
5 5 3
2 3 3
6 6 2
4 2 1
0 0 3
4 5 6
3 1 4
1 3 4
Untuk
mempermudah membuat tabelnya, pertama-tama dicari data terkecil dan data
terbesar, kemudian menghitung selisih data terkecil dan data terbesar. Dari data di atas, data terkecil = 0,
sedangkan data terbesar = 7. Jadi
rentang = 7-0 = 7.
Agar dapat
dipahami secara lebih berarti kan disajikan daftr bilangan-bilangan tesebut kedalam
sebuah daftar yaitu
Tabel … Banyaknya anak dari 30 pasang suami-istri RT …
Banyaknya anak
|
Turus
|
Frekuensi
|
0
1
2
3
4
5
6
7
|
III
IIII
III
IIIII
IIIII
III
III
I
|
3
5
3
7
5
3
3
1
|
B. Menyajikan data ke dalam tabel
distribusi frekuensi
Menyajikan
data ke dalam distribusi frekuensi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Tentukan nilai rentang yaitu nilai data
terbesar dikurangi nilai data terkecil
b. Tentukan banyak kelas yang
digunakan, dapat dilakukan dengan aturan sturges dengan rumus sebagai berikut :
k = 1 + (3,3) (log n)
c. Tentukan panjang kelas interval.
P =
d. Tentukan nilai ujung bawah kelas interval
pertama
Contoh
Kumpulan bilangan yang merupakan
data tentang skor 40 orang mahasiswa pada tes matematika sebagai berikut:
35
42 51 69
61 62 73 84 91 39 45 55 64
74 85 95
49 55 64 75
85
96 57
65 75 86 96 60
64 75 87 91 65
75 61 78
69 79 80 89
Langkah-langkah penyajian data ke dalam tabel
distribusi adalah sebagai berikut:
1) Rentang = 96 – 35 = 61
2) Banyak kelas interval = 1 +
(3,3) (log 40)
= 1 + (3,3) (1,6021) = 6,286
= 6 atau 7 buah (ambil 7)
3) Panjang kelas in terval
4) Ujung bawah kelas interval
pertama adalah 31
Kelas Interval
|
Frekuensi
|
35 – 43
44 – 52
53 – 61
62– 70
71 – 79
80– 88
89 – 97
|
2
3
5
10
9
6
5
|
∑
|
40
|
Tabel distribusi kumulatif
dan relatif
Kelas Interval
|
Frekuensi
|
F Kum
|
F Rel (%)
|
F kum Rel
|
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
91 – 100
|
2
3
5
10
9
6
5
|
2
5
10
20
29
35
40
|
5
7,5
12,5
25
22,5
15
12,5
|
5
12,5
25
50
72,5
87,5
100
|
∑
|
40
|
|
100
|
|
D. Latihan
Diberikan data nilai tes sumatif matematikma dari
Mahasiswa S-1 PGSD sebagai berikut:
45 40 65
75 85 50
60 70 65
60
60 70 75
90 50 85
60 55 75
65
45 65 60
75 70 70
85 60 80
90
55 65 95
45 55 45
75 65 65
60
Pertanyaan
–
Sajikan data tersebut ke dalam tabel data tunggal
–
Sajikan data tersebut ke dalam tabel distribusi
frekuensi
–
Buat tabel frekuensi kumulatifnya
–
Buat tabel frekuensi relatifnya.
–
Ujung
bawah dan ujung atas k.i
–
Batas
bawah dan batas atas k.i
–
Tanda kelas i
Tabel data
tunggal nilai tes sumatif matematika 40 mahasiswa
Nilai
|
Turus
|
Frekuensi
|
F Kum
|
F Rel
|
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
|
|
1
4
2
3
7
7
4
5
1
3
2
1
|
|
|
∑
|
|
|
|
|
Tabel distribusi frekuensi nilai
tes sumatif Matematika 40 mahasiswa
KELAS INTERVAL
|
FREKUENSI
|
F Kum
|
F Rel
|
F Rel Kum
|
40 – 47
48 – 55
56 – 63
64 – 71
72 – 79
80 – 87
88 – 95
|
5
5
7
11
5
4
3
|
5
10
17
28
33
37
40
|
12,5
12,5
17,5
27,5
12,5
10,0
7,5
|
12,5
25,0
42,5
70,0
82,5
92,5
100
|
∑
|
40
|
|
100
|
|
Tabel ujung bawah, ujung atas, batas bawah dan
batas atas dari tabel distribusi frekuensi
KELAS INTERVAL
|
FREKUENSI
|
Ujung bawah
|
Ujung atas
|
Batas bawah
|
Batas atas
|
40 – 47
48 – 55
56 – 63
64 – 71
72 – 79
80 – 87
88 - 95
|
5
5
7
11
5
4
3
|
40
48
56
64
72
80
88
|
47
55
63
71
79
87
95
|
39,5
47,5
55,5
63,5
71,5
79,5
87,5
|
47,5
55,5
63,5
71,5
79,5
87,5
95,5
|
II. PENYAJIAN DATA DENGAN DIAGRAM
Untuk
menyajikan data tunggal dalam bentuk diagram, digunakan diagram batang, diagram
garis dan diagram lingkaran.
A. Diagram
Batang
Diagram batang adalah diagram berdasarkan data berbentuk kategori.
Contoh: Misalkan jumlah siswa siswa SLB, SD, SLTP, SMA, SMK di kota X pada
tahun 2006 adalah:
Jumlah
SLB ada 270 orang
Jumlah
SD ada 1500 orang
Jumlah
SLTP ada 900 orang
Jumlah
SMA ada 1100 orang
Jumlah
SMK ada 870 orang
Penyelesaian
gambar Diagram batangnya adalah: pada sumbu datarnya ditulis SLB, SD,
SLTP, SMA, SMK, sedangkan pada sumbu tegaknya ditulis jumlah siswa.
B.
Diagram Garis
Diagram
garis adalah diagram yang digambarkan
berdasarkan data waktu, biasanya waktu yng digunakan adalah tahun atau bulan.
Contoh: Berikut diberikan data
mengenai jumlah siswa yang diterima di sebuah SMA dari tahun 2001 sampai 2006
Tahun 2001 siswa yang diterima
150 orang
Tahun 2002 siswa yang diterima
162 orang
Tahun 2003 siswa yang
diterima 175 orang
Tahun 2004 siswa yang diterima
200 orang
Tahun 2005 siswa yang diterima
225 orang
Tahun 2006 siswa yang diterima
240 orang
C. Diagram Lingkaran
Diagram lingkaran diartikan sebagai cara penyajian
sekumpulan data ke dalam lingkaran, dengan lingkarannya dibagi menjadi beberapa
bagian sesuai dengan pengklasifikasian datanya.
Contoh:
Lihat kembali data dalam contoh diagram batang
mengenai jumlah siswa SLB, SD, SLTP, SMA, SMK di kota X tahun 2006. Sebelumnya
kita harus mengubah dahulu ke dalam bentyuk persentase untuk masing-maing
tingkatan sekolah.
•
SLB =
270/4640 x 100% = 5,82 = 6%
•
SD = 1500/4640 x 100% = 32,33 = 32%
•
SLTP =
900/4640 x 100% = 19,40 = 19%
•
SMA =
1100/4640 x 100% = 23,71 = 24%
•
SMK =
870/4640 x 100% = 18,75 = 19%
Selanjutnya nilai persentase
diubah kedalam satuan derajat masing-masing sekolah.
•
SLB = 6/100 x 360o =
21,60 = 22o
•
SD =
32/100 x 360o = 115,20 = 115o
•
SLTP = 19/100 x 360o = 68.40 = 68o
•
SMA = 24/100 x 360o = 86,50 =
87o
•
SMK = 19/100 x 360o =
68,40 = 68o
D.
Histogram dan Poligon
Misalkan tinggi badan (dicatat
dalam cm) dari sejumlah mahasiswa angkatan 2007/2008 PGSD FKIP Untan diberikan
dalam tabel berikut:
Tinggi Badan
|
fi
|
Nilai
tengah
|
Batas
bawah
|
Batas
atas
|
152 – 154
155 – 157
158 – 160
161 – 163
164 – 166
167 - 169
170 - 172
|
15
17
25
20
15
12
8
|
153
156
159
162
163
168
171
|
151,5
154,5
157,5
160,5
163,5
166,5
169,5
|
154,5
157,5
160,5
163,5
166,5
169,5
172,5
|
J u m l a h
|
112
|
|
|
|
Gambar Histogram dan Poligon frekuensinya sebagai ber
E. Latihan
1. Luas dari bagian-bagian sebuah SD diketahuio
sebagai berikut:
Semua kelas 720
m2
Kantor 280
m2
Laboratorium 320 m2
Gudang & WC 240 m2
Halaman 1.320
m2
Pertanyaan, Buatlah diagram batang dan
diagram lingkrannya.
2. Dari catatan berat badan (dalam kg)
sekelompok anak di bawah ini dilakukan penurusan:
33, 35, 36, 34, 38, 32, 40, 34, 37, 38,
31, 41, 34, 37, 35, 36, 39, 38, 42, 32,
34, 35, 36, 39, 40, 32, 37, 36, 35, 34,
37, 38, 40, 37, 43, 41.
Pertanyaan:
a. Sajikan data tersebut ke dalam daftar
distribusi frekuensi.
b. Gambarkan histrogramnya
c. Gambarkan poligonnya.
III. PERHITUNGAN
RERATA, MEDIAN, MODUS DAN
SIMPANGAN BAKU
SIMPANGAN BAKU
A. Menghitung rata-rata hitung
Rata-rata hitung dari n buah ukuran adalah jumlah dari semua (n buah) hasil
pengukuran tersebut dibagi n. Rumus rata-rata hitung dilambangkan dengan , adalah
=
Atau lebih sederhana
dengan
∑ Xi yang berarti jumlah semua harga X yang ada dalam kumpulan itu.
Jika ada lima nilai ujian dari lima orang mahasiswa untuk matakuliah
matematika adalah: 70, 69, 45, 80, dan 56, maka dalam symbol ditulis : X1 = 70
, X2 = 69 , X3 = 45 , X4 = 80 dan X5 =
56. Maka dengan menggunakan rumus di atas, nilai
rata-ratanya adalah :
Untuk contoh di muka misalnya ada lima orang
mendapat nilai 70, enam nilai 69, tiga nilai 45 , satu nilai 80 dan 1 nilai 56,
maka data itu ditulis sebagai berikut:
Xi
|
fi
|
fixi
|
70
69
45
80
56
|
5
6
3
1
1
|
350
414
135
80
56
|
|
16
|
1035
|
Dari tabel didapat fi = 16 ; ∑ xi
= 1035 ,
sehingga:
Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi,
rata-ratanya dihitung dengan rumus:
Contoh: Marilah kita hitung rata-rata nilai ujian
matematika untuk 80 orang mahasiswa. Untuk keperluan ini kita buat tabel
berikut:
Kls Interval
|
fi
|
Xi
|
Fixi
|
40 – 47
|
5
|
43,5
|
217,5
|
48 - 55
|
5
|
51,5
|
257,5
|
56 – 63
|
7
|
59,5
|
416,5
|
64 – 71
|
11
|
67,5
|
742,5
|
72 – 79
|
5
|
75,5
|
377,5
|
80 – 87
|
4
|
83,5
|
334
|
88 - 95
|
3
|
91,5
|
274,5
|
∑
|
40
|
|
2620
|
X = = 65,5
B. Menghitung Median (Me)
Median menentukan letak data setelah data itu disusun menurut nilainya.
Apabila banyak data (n) ganjil maka median adalah nilai data yang di tengah
dari urutan n buah data. Sedangkan
jika n genap maka median = ½ dari jumlah dua nilai yang ditengah.
Contoh 1.
Median dari sampel data: 4 12
5 7 8 10 10.
Setelah diurutkan menurut nilainya menjadi : 4
5 7 8 10 10
12.
Data yang berada di tengah bernilai 8.
Jadi Me = 8
Contoh 2:
Diberikan sampel data : 12 7
8 14 16
19 10 8. Setelah disusun menurut nilainya menjadi
: 7 8
8 10 12
14 16 19. Data tengah ialah 10 dan 12; sehingga Me
= ½ (10 + 12) = 11.
Untuk data yang telah disusun dalam daftar
distribusi frekuensi, mediannya dihitung dengan rumus :
Me = b + p {}
dengan :
b = batas bawah kelas median
p = panjang kelas interval
n = ukuran sample atau banyak data
F = Jumlah semua frekuensi dengan tanda
kelas
lebih kecil dari tanda kelasmedian.
f = frekuensi kelas median.
Contoh : Jika untuk nilai ujian 80 mahasiswa akan
dihitung mediannya, dengan menggunakan daftar berikut , ditempuh hal di bawah
ini:
Nilai Ujian
|
Frekuensi
|
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
91 - 100
|
1
2
5
15
25
20
12
|
∑
|
80
|
Dari tabel di dapat :
b = 70,5
P = 10
f = 25
F = 1 + 2 + 5 + 15 = 23,
sehingga
Me = 70,5 + 10 { }
= 77,3
C. Menghitung Modus (Mo)
Modus suatu kumpulan hasil ukuran adalah nilai yang
pali sering muncul dalam pengamatan. Dengan perkataan lain modus adalah suatu
nilai yang mempunyai frekuensi terbesar. Apabila dua frekuensi terbesar sama
disebut bimodial artinya memiliki dua modus.
Contoh : Terdapat sampel dengan nilai-nilai data :
12 34
14 34 28
34 34 28
14 . Maka frekuensi terbanyak ( f ) = 4, terjadi untuk data bernilai 34.
Jadi Mo = 34.
Jika data
kuantitatif telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, modusnya dapat
ditentukan dengan rumus :
Mo = b + p { }
dengan : b =
batas bawah kelas modus
p =
panjang kelas interval
b1 = frekuensi kelas modus dikurang frekuensi
kelas interval dengan tanda kelas
yang lebih
kecil sebelum tanda
kelas modus
b2 = frekuensi kelas modus
dikurang frekuensi kelas
interval dengan tanda
kelas yang lebih besar
sesudah tanda kelas modus
Contoh : Jika untuk nilai ujian 80 mahasiswa akan
dihitung mediannya, dengan menggunakan daftar berikut , ditempuh hal di bawah
ini:
Nilai Ujian
|
Frekuensi
|
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
91 - 100
|
1
2
5
15
25
20
12
|
∑
|
80
|
Dari tabel di dapat kelas modus terletak pada kelas ke lima, jadi
b = 70,5
b1 = 25 – 15 = 10
b2 = 25 – 20 = 5
p = 10
Mo = 70,5 + 10 { } = 77,17
D. Menghitung Simpangan Baku
Varians atau simpangan baku adalah merupakan
ukuran-ukuran penyebartan yang paling akurat sehingga digunakan juga pada
perhitungan statistika inferensial. Simpangan baku atau deviasi standar dan
pangkat dua dari simpangan baku dinamakan varians.
Lambang simpangan baku adalah s dan lambing
varians adalah s2 . Jika kita mampunyai sampel berukuran n dengan
data x1, x2,
… xn dan rata-rata ( x ), maka statistik
s2 dihitung dengan rumus :
S2 =
Untuk mencari simpangan baku ( s )
dari varians (s2) diambil harga akarnya yang positif. Dari rumus di atas,
varians s2 dihitung dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Hitung rata-rata ( X )
b. Tentukan selisih (x1
– x),(x2 – x),…(xn – x)
c. Tentukan kuadrat selisih
tersebut, yakni
(x1 – x )2 , (x2
– x )2 , … ( xn – x)2
d. Kuadrat-kuadrat tersebut
dijumlahkan
e. Jumlah tersebut dibagi oleh
( n – 1 )
Contoh :
Diberikan sampel dengan data : 8 , 7. 10, 11, 4
Untuk menentukan simpangan baku ( s ) dibuat tabel berikut:
Diberikan sampel dengan data : 8 , 7. 10, 11, 4
Untuk menentukan simpangan baku ( s ) dibuat tabel berikut:
X
|
X - X
|
( X – X)2
|
8
7
10
11
4
|
0
-1
2
3
-4
|
0
1
4
9
16
|
∑ = 40
|
|
30
|
X = 8
|
|
|
S2
= =
= 7,5
Jadi s = √7,5
= 2,74
Jika sampel data telah disusun dalam daftar
distribusi frekuensi, maka simpangan baku ( s ) dihitung dengan rumus :
∑ fi ( xi
– x )2
s2 = ---------------
n – 1
dengan : xi
= tanda kelas
fi = frekuensi yang sesuai dengan
tanda kelas xi
n = ∑fi
Contoh :
Diberikan data
distribusi frekuensi nilai matematika 40 orang Mahasiswa seperti dalam daftar
tabel berikut:
Kelas Interval
|
fi
|
Tanda Kelas
( xi)
|
fixi
|
(xi – x)
|
(xi –x)2
|
fi (xi – x)2
|
53 – 59
60 – 66
67 – 73
74 – 80
81 – 87
88 – 94
95 - 101
|
2
7
7
11
7
4
2
|
56
63
70
77
84
91
98
|
112
441
490
847
588
364
196
|
-19,95
-12,95
-5,95
1,05
8,05
15,05
2,05
|
398,00
167,70
35,40
1,10
64,80
226,50
486,20
|
796
1173,9
247,8
12,1
453,6
906
972,4
|
|
40
|
|
3038
|
|
|
4561,80
|
=
= 75,95
s2 =
=
= 116,96
S
=
= 10,81
E. Latihan
1.
Dari catatan berat badan (dalam kg) sekelompok anak di bawah ini
dilakukan penurusan:
33,
35, 36, 34, 38, 32, 40, 34, 37, 38,
31, 41,
34, 37, 35, 36, 39, 38, 42, 32,
34, 35,
36, 39, 40, 32, 37, 36, 35, 34,
37, 38,
40, 37, 43, 41.
Pertanyaan:
1..Sajikan data tersebut ke dalam tabel distribusi frekuensi
2. Hitung
rata-rata hitung
3. Hitung
variansi
4. Hitung simpangan baku.
UNIT 6
PERMUTAS,
KOMBINASI DAN PELUANG
I. PERMUTASI, KOMBINASI
A. Faktorial
Faktorial adalah hasil kali bilangan asli
berurutan dari 1 sampai dengan n atau sebaliknya dinyatakan dengan n!. Dalam
bentuk umum ditulis
n! = n
(n-1) (n-2) (n-3) … (n-k) , didefinisikan juga 0! = 1
Contoh :
1! = 1
2! = 2.1
= 2
3! =
3.2.1 = 6
4! =
4.3.2.1 = 24
5! =
5.4.3.2.1 = 120
6! =
6.5.4.3.2.1 = 720
Dari definisi di atas dapat diturunkan sifat
faktorial berikut ini:
n! = n . (n-1)!
= n . (n-1) . (n-2)!
= n . (n-1). (n-2) . (n-3)!
= n . (n-1) . (n-2) . (n-3) … (n-k)!
Pembuktian sifat faktorial tersebut di atas
trivial (sangat mudah) gunakan saja difinisi di atas.
Contoh :
5! =
5.4!
= 5.4.3!
= 5.4.3.2!
= 5.4.3.2.1!
= 120
Hitunglah :
=
= 10.9.8.7 = 5040
= = 5.3.2.1 = 30
= = =
10.9.6.5 = 2.700
B. Permutasi
Permutasi
adalah pengaturan atau penyusunan beberapa unsur dengan memperhatikan urutan.
Contoh masalah dalam kehiduoan sehari-hari adalah pegaturan atau penyusuna
kepanitiaan yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara. Jelas bahwa pada
masalah tersebut urutan akan sangat mempengaruhi, sehingga urutan menjadi
pertimbangan khusus.
Definisi
permutasi disajikan sebagai berikut. Permutasi sekumpulan obyek/unsur adalah
suatu pengaturan dengan memperhatikan urutan dari semua obyek atau sebagian.
Dengan kata lain, permutasi r unsur diambil dari n unsur yang tersedia (dengan
tiap unsur berbeda dan r ≤ n) adalah susunan dari r unsur itu dalam suatu
urutan.
1. Permutas n unsur
Permutasi n unsur, adalah banyaknya cara
atau susunan dari unsur-unsur itu dengan memperhatikan urutan (posisi). Dihitung
dengan rumus;
Pn = n(n-1) (n-2) (n-3) … atau Pn = n!
Contoh :
Berapa banyak bilangan yang dapat dibentuk, terdiri dari dua angka
berlainan dari dua bilangan asli 5 dan 4?
Jawab;
Bilangan yang ditanyakan terdiri dari dua
angka, jadi angka pertama menyatakan puluhan dan angka kedua menyatakan
satuannya. Dapat dibuat diagramnya :
.5 4, bilangan itu = 54
∑
.
4 5, bilangan itu = 45
2. Permutasi r unsur dari n unsur,
dinotasikan dengan
nPr = atau
P (n,r) =
Contoh :
Misalkan ada empat orang yang akan dipilih
sebagai pengurus organisasi, keempatnya
memiliki kemungkinan yang sama untuk
dipilih.
Ada berapa permutasi yang bias dibentuk,
jika
yang diinginkan:
a. Empat orang untuk menduduki jabatan ketua,
wakil, sekretaris, dan bendahara
b. Tiga orang untuk menduduki jabatan
ketua, sekretaris, dan bendahara
c.
Dua orang untuk menduduki jabatan ketua dan sekretaris
d.
Satu orang untuk menduduki jabatan ketua.
Penyelesaian
a.
Pn = n!
Jadi
P4 = 4! = 4 . 3 . 2 . 1 = 24
b. nPr
= = = =
4.3.2.1 = 24
c.
nPr = = = = = 4.3 = 12
d.
nPr = = = = = 4
3. Permutasi n unsur yang memiliki unsur yang
sama, dihitung dengan rumus:
n
P =
(a , b , c, … )
Contoh:
Susunlah huruf pada kata “KAWAN”, ada
berapakah kemungkinan yang bias terjadi?
Jawab:
Misalkan huruf-huruf itu berlainan dengan memberikan indeks pada setiap
huruf sehingga menjadi K A1 W A2 N, maka permutasinya ada:
5
P = = 5 .
4 . 3 = 60
( 1,2,1,1)
4. Permutasi siklis atau permutasi berputar
adalah permutasi yang disusun menurut suatu putaran tertentu, misalnya
mengelilingi kurva tertutup sederhana.
Rumusnya
: P s( n ) = ( n – 1 )!
Contoh:
Misalkan ada 3 orang A,B dan C mengelilingi meja bundar. Ada berapa
susunan yang berbeda jika ditinjau dari urutan tempat duduk dalam arah putaran
tertentu.
Jawab:
P s(n) = (n-1)! = Ps(3) = (3-1)! = 2! = 2 .
1 = 2
5. Permutasi berulang,
adalah permutasi yang memperhatikan susunan dan unsur yang sama atau lebih
sebagai suatu permutasi. Permutasi berulang dihitung dengan rumus
n
P
= nk
K
Contoh:
Tiga
macam unsur A, B, dan C dapat disusun dua-dua makan permutasi berulangnya
adalah:
n
P = nk = 32 = 9
k
Latihan
1.
Hitunglah 6P1
; 4P4 dan 7P3
2. Hitunglah
permutasi 6 unsur yang diambil dari 7 unsur yang tersedia
3. Berapa
banyak susunan huruf yang dapat dibentuk dari huruf-huruf M,A,D,dan U
4. Di dalam suatun kelas akan dilakukan
pemilihan panitia keakraban siswa yang terdiri dari ketua, wakil ketua, dan
bendahara. Jumlah siswa dalam kelas tersebut 30 orang. Berapa banyak susunan
panitia yang mungkin terjadi
C.
Kombinasi
Kombinasi
merupakan pengaturan atau penyusunan beberapa unsur tanpa memperhatikan urutan.
Misalnya kita akan mengi9rimkan tim lomba cerdas cermat yang terdiri dari 3
orang. Masalah tersebut jelas tidak memperhatikan atau mempertimbangkan urutan.
Jadi definisi kombinasi sekumpulan unsur adalah suatu pengaturan dari semua
atau sebagian unsur dengan tidak memperhatikan urutan. Dengan kata lain,
kombinasi r unsur yang diambil dari n unsur yangv tersedia (dengan tiap unsur
berbeda dan r ≤ n) adalah susunan dari r unsur itu tanpa memperhatikan urutan.
Banyaknyua
kombinasi r unsur yang diambil dari n unsur yang tersedia dinyatakan dengan nCr
dan ditentukan dengan rumus
n
n C r =
C =
k
Contoh:
Misalkan kita akan menyusun
kombinasi 5 unsur A, B, C, D dan E disusun tiga-tiga. Ada berapa kombinasi yang
dapat dibentuk:
Jawab:
n C r
= =
= = = 5 . 2 = 10
D. Latihan
1. Hitunglah 10C4 dan 20C2
2. Tentukan banyaknya kombinasi dari 5 unsur
yang diambil dari 9 unsur yang tersedia
3. Dari 4 orang bersaudara, 3 orang diantaranya
diundang untuk rapat keluarga. Berapa cara ke-empat orang bersaudara tersebut
dapat memenuhi undangan?
4. Di dalam sebuah kotak berisi 7 bola putih dan
5 bola merah. Dari dalam kotak tersebut diambil dua bola secara acak sekaligus.
Berapa banyak pasangan bola yang diperoleh jika
a.
terambil semua putih
b.
terambil semua merah
c. terambil satu putih dan satu merah
II.
PELUANG
Menurut pandangan intuitif, peluang suatu
peristiwa adalah angka yang menunjukkan seberapa besar kemungkinan peristiwa
itu akan terjadi. Peluang yang kecil menunjukkan kemungkinan terjadi peristiwa
itu sangat kecil. Misalnya seorang peramal cuaca meramalkan bahwa kemungkinan
akan terjadi hujan kurang dari 10% maka kita akan marasa tidak perlu membawa
payung jika akan ke luar rumah karena kita menganggap bahwa kemungkinan akan
hujan sangat kecil. Jadi salah satu manfaat mengetahui peluang suatu peristiwa
adalah untuk membantu pengambilan keputusan yang tepat.
Konsep peluang berkaitan dengan percobaan
atau eksperiman. Percobaan di sini didefinisikan sebagai pengamatan terhadap
beberapa aktivitas atau proses yang memungkinkan timbilnya paling sedikit dua
peristiwa tanpa memperhatikan peristiwa mana yang akan terjadi. Jadi di dalam
suatu percobaan akan menghasilkan sesuatu yang tidak pasti. Artinya bahwa
pwercobaan dapat dilakukan berkali-kali dalam kondisi yang sama dan
memungkinkan hasil yang berbeda-beda. Berikut ini contoh percobaan dan hasilnya.
Contoh
No
|
Percobaan
|
Hasil Percobaan
|
1
|
Pengukuran waktu reaksi kimia
|
Lama reaksi
|
2
|
Interview petani
|
Penghasilan bulanan
|
3
|
Pengamatan sekumpulan hasil prosuksi
|
Banyak produk yang cacat
|
4
|
Pelemparan mata uang logam 1 kali
|
Sisi gambar atau angka
|
Berdasarkan contoh di atas definisi
percobaan atau eksperimen adalah proses pengumpulan data tentang fenomena
tertentu yang menunjukkan adanya variasi di dalam hasilnya. Sedangkan hasil
percobaan didefinisikan sebagai hasil yang mungkin terjadi, jika percobaan itu
dilakukan.
Setiap hasil dari suatu percobaan jika
dihimpun dalam suatu himpunan maka
himpunan tersebut dinamakan ruang sampel atau ruang contoh. Ruang sampel dalam
ilmu peluang biasanya dinotasikan dengan huruf S. Setiap anggota dalam ruang
sampel disebut titik sampel. Ruang sampel dapat dibedakan menjadi dua jenis
jika dilihat dari banyaknya anggota ruang sampel yaitu:
1. Ruang sampel diskrit yaitu ruang sampel yang
mempunyai banyak anggota berhingga
2. Ruang sampel kontinu yaitu ruang sampel yang
mempunyai banyak anggota tak berhingga.
Ruang sampel yang kita bicarakan a
Ruang sampel yang dibicarakan dalam materi
ini dinyatakan dalam bentuk himpunan. Himpunan bagian dari ruang sampel disebut
kejadian. Jadi kejadian merupakan kumpulan dari satu atau lebih hasil yang
terjadi pada sebuah percobaan. Melihat difinisi kejadian, ruang sampel dan
himpunan kosong juga merupakan kejadian. Hal ini akan lebih jelas dengan
contoh-contoh berikut ini
Contoh:
1. Ruang sample yang mungkin dari percobaan
melempar mata uang logam adalah { M , B
}
2. Percobaan pengukuran tinggi badan seseorang
yang tingginya antara 165 cm dan 170 cm. Dari percobaan tersebut tentukan:
a. ruang sampel dan jenis ruang sampel
b. himpunan A jika A merupakan tinggi seseorang
167 cm dan 169 cm
c. himpunan B jika B merupakan kejadian tinggi
seseorang yang sama dengan 190 cm
Pembahasan:
Dari percobaan
pengukuran tinggi badan seseorang yang tingginya antara 165
Cm dan 170 diperoleh
a. Ruang sampel percobaan S = {x; 165 < x
< 170} d mana jenis ruang sampel adalah ruang sampel kontinu karena banyak
anggota ruang sampel tak berhingga yaitu semua bilangan real antara 165 sampai
dengan 170
b. Kejadian A jika disajikan dalam bentuk
himpunan yaitu A = {167, 169}
c. kejadian B dapat disajikan dalam bentuk
himpunan yaitu B = { } = Ǿ
3. Percobaan melempar dadu satu kali. Dari
percobaan tersebut tentukan:
a. ruang sampel dan jenis ruang sampel
b. himpunan X jika X merupakan kejadian
munculnya mata dadu genap
c. himpunan Y jika Y merupakan kejadian
munculnya mata dadu kurang atau sama dengan 6
d. himpunan Z jika Z merupakan kejadian
munculnya mata dadu 7
Dari percobaan
melempar dadu satu kali diperoleh
a. Ruang sampel S = {1,2,3,4,5,6} dan jenis
ruang sampelnya adalah ruang sampel diskrit. Hal ini jelas karena banyak
anggota ruang sampel berhingga.
b. Kejadian X dapat disajikan dalam bentuk
himpunan yaitu X = {2,4,6}
c. Kejadian Y dapat disajikan dalam bentuk
himpunan yaitu Y = {1,2,3,4,5,6}
d. Kejadian Z dapat disajikan dalam bentuk
himpunan yaitu Z = { } = Ǿ
A. Peluang
Kejadian
Jika suatu
percobaan dilakukan, biasanya perhatian kita pada kejadian-kejadian sejati
dimana kejadian-kejadian tersebut bhukanlah kejadian yang pasti terjadi atau yang
tidak mungkin terjadi. Persoalannya, apakah kita dapat menghitung kecenderungan
terjadinya kejadian-kejadian tersebut. Untuk itu kita memerlukan alat untuk
mengukurnya. Alat tersebut adalah peluang kejadian.
Misalkan
suatu percobaan menghasilkan n titik sampel yangmempunyai kesempatan muncul
sama dan tidak mungkin terjadi sama-sama. Kejadian A muncul sebanyak k kali
maka peluang kejadian A adalah
|
banyaknya kejadian yang mungkin terjadi
P(A) = =
dengan n(A) adalah banyaknya
anggota kejadian A dan n(S) adalah banyaknya anggota ruang sampel.
Jika kita akan menghitung
peluang kejadian dengan menggunakan definisi ini, maka ada tiga hal yang harus
diperhatikan.
a. Jika satu percobaan dilakukan tanpa suatu
keterangan tertentu, maka dianggap bahwa setiap hasil percobaan yang mungkin
mempunyai peluang yang sama.
b. Jika suatu percobaan dengan hasil yang
mungkin cukup banyak maka akan lebih mudah jika banyaknya hasil yang mungkin
dari percobaan tersebut dihitung terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan
dengan menggunakan kaidah pencacahan baik dengan teknik membilang, permutasi
atau kombinasi.
c. 0 ≤
n(A) ≤ n dan 0 ≤ P(A) ≤ 1
Contoh 1
a. Berapa nilai kemungkinan (peluang) munculnya
”angka” pada pelemparan sebuah mata uang logam?
Jawab
Mata uang akan jatuh dengan permukaan
”muka”atau ”belakang” yang di atas.
Dikatakan bahwa permukaan ”muka” itu mempunyai ”1 dari 2 kemungkinan” untuk di
atas. Nilai kemungkinan (peluang) permukaan angka di atas dinyatakan dengan
pecahan dapat ditulis P(angka)
=
b.
Berapakah nilai kemungkinan (pelkuang) munculnya muka (sisi) dadu bermata 5
pada pelemparan sebuah dadu?
Jawab
Dadu itu akan jatuh dengan
salah satu diantara enam mata lainnya. Dikatakan bahwa sisi dengan mata 5
mempunyai ”1 dari 6 kemungkinan” untuk di atas. Nilai kemungkinan (peluang muka
bermata 6 di atas dinyatakan dengan pecahan dapat ditulis P(muka
bermata 5) =
Contoh 2
Bila satu kartu ditarik dari suatu kotak
bridge (berisi 52), hitunglah peluangnya bahwa kartu itu heart
Jawab:
Jumlah yang mungkin adalah 52, 13 diantaranya
heart. Jadi peluang kejadian A menarik satu kartu heart adalah P
(A)
P(A) = =
Contoh 2
Pada percobaan melempar sebuah dadu satu
kali, berapa peluang kejadian munculnya mata dadu ganjil?
Jawab
S
= {1,2,3,4,5,6} dan A = {1,3,5}, maka
n(S)
= 6 dan n(A) = 3. Jadi peluang kejadian A adalah
P(A)
= = =
B. Komplemen Suatu Kejadian
Dalam pelemparan sebuah dadu, peristiwa yang mungkin
terjadi ialah munculnya salah satu mata 1, 2, 3, 4, 5, atau 6. jadi dalam
pelemparan sebuah dadu peluang munculnya mata 4 adalah P(4) = . Peluang munculnya mata bukan 4 adalah P(bukan 4) = , karena mata yang bukan 4 ada 5 (yaitu mata 1, 2, 3, 5, dan
6) maka P(bukan 4) = .
Yang dimaksud dengan komplemen dari suatu kejadian A
adalah suatu kejadian bukan A atau bukan kejadian A.
Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah beberapa
keterangan berikut ini, dan jawablah beberapa pertanyaannya.
1. Lemparkanlah sebuah mata uang logam!
a. Berapakah peluang munculnya angka?
b. Berapakah peluang munculnya bukan angka
?
c.Nyatakanlah
peluang munculnya bukan angka dan peluang munculnya angka
Jawab
a. P(angka) =
b. P(bukan angka) =
|
2. Lemparkan sebuah dadu
a. Berapakah peluang muncunya mata 2 ?
b. Berapakah peluang munculnya bukan mata 2 ?
c. Bagaimana hubungan antara P(mata2) dan
P(bukan mata 2) ?
Jawab:
a. P (mata 2) =
b. P (bukan mata 2) = 5/6, karena mata dadu yang bukan 2 ada 5 (yaitu 1 ,
3 , 4 , 5 dan 6)
c. P (mata 2) + P (bukan mata 2) = = 1
3. Pada suatu daerah diketahui bahwa peluang
seorang anak dijangkiti penyakit campak adalah 0,18. berapakah peluang seorang
anak tidak dijangkiti penyakit campak?
Jawab
P(anak dijangkiti campak) = 0,18
Panak tidak dijangkiti campak) = 1 –
P(anak dijangkiti campak)
= 1 – 0,18
= 0, 82
C. Peluang Kejadian Majemuk
Dua kejadian
dapat dikenakan operasi komplemen, gabungan, dan irisan seperti pada himpunan. Jadi
dua himpunan kejadian tersebut dapat dirangkai Menjadi satu kejadian dengan
menggunakan kata perangkai gabungan atau irisan. Untuk jelasnya perhatikan
contoh berikut:
Dari percobaan melempar sebuah
dadu satu kali, akan dilihat kejadian munculnya mata dadu genap atau prima.
Dari contoh tersebut kejadian
munculnya mata dadu genap atau prima dinyatakan oleh himpunan B U C =
{2,3,4,5,6} di mana banyaknya anggota adalah n(BUC) = 5. Dengan menggunakan definisi peluang klasik, peluang
kejadian tersebut adalah P(BUC) = =
Rumus menghitung peluang
gabungan dua kejadian adalah sebagai berikut. Misal A dan B adalah sebarang dua
kejadian yang terdapat dalam ruang sampel, maka peluang kejadian A U B adalah
P(AU B) = P(A) + P(B) – P(A∩B)
Contoh :
Dari hasil penelitianyang
dilakukan pada suatu wilayah terhadap kepemilikan TV dan radio, diperoleh data
sebagai berikut.
20% penduduk memiliki TV
40% penduduk memiliki radio
15% penduduk memiliki TV dan
radio
Jika di wilayah tersebut
dipilih satu orang secara acak, berapa peluang ia memiliki TV dan radio ?
Penyelesaian
Misalkan A kejadian penduduk
yang terpilih memiliki TV maka P(A) = ,
B kejadian penduduk yang
terpilih memiliki radio maka P(B) = dan C kejadian
penduduk yang terpilih memiliki TV dan radio mapa P(A∩B) = . Peluang penduduk yang terpilih memiliki TV atau radio dapat
ditentukan sebagai berikut.
P(AU B) = P(A) + P(B) – P(A∩B)
=
Jadi peluang penduduk yang
terpilih memiliki TV atau radio adalah 45%.
D. Latihan
- Suatu kantong berisi kelereng 1 putih, 1 hijau, 1 merah.
a. Berapa banyak hasil percobaan yang
mungkin jika Anda mengambil satu kelereng dari kantong tersebut?
b. Daftar semua hasil percobaan
itu
c. Berapa peluang yang terambil kelereng
merah?
2. Dua buah dadu (warna merah dan biru)
dilemparkan bersama-sama sekaligus. Berapa peluang munculnya jumlah kedua mata
dadu itu:
a.
bukan 3
b. bukan 6
c. lebih besar dari 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar